Rabu, 27 April 2011

Analgetika

Diposting oleh ella elly di 09.59
  • DASAR TEORI
Analgetik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam dua kelompok.
·         Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipnotika, kelompok opiat)
·         Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas darinya. Pada beberapa penyakit, misalnya pada tumor ganas dalam fase akhir, meringankan nyeri kadang-kadang merupakan satu-satunya tindakan yang berharga.
Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak organ dalam bagian tubuh yang peka terhadap rasa nyeri, tetapi ternyata terdapat juga organ yang tak mempunyai reseptor nyeri, seperti misalnya otak.
Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan  kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri .
Penghantaran nyeri, presepsi nyeri. Potensial aksi (impuls nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri diteruskan melalui serabut aferen ke dalam akar dorsal sumsum tulang belakang. Pada tempat kontak awal ini bertemu tidaknya hanya serabut aferen, yang impulsnya tumpang tindih, tetapi disini juga terjadi refleks somatic dan vegetative awal (misalnya menarik tangan pada waktu tersentuh benda panas, terbentuknya eritema lokal) melalui interneuron. Di samping itu pada tempat ini juga terjadi pengaruh terhadap serabut aferen melalui sistem penghambat nyeri menurun.  (Mutschler,1991)

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium yang berasal dari getah Papaver somniferum mengandung sekitar 20jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin. Analgetik opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri, meskipun juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain. Istilah analgesic narkotik dulu seringkali digunakan untuk kelompok obat ini, akan tetapi karena golongan obat ini dapat menimbulkan analgesia tanpa menyebabkan tidur atau menurunnya kesadaran maka istilah analgesic narkotik menjadi kurang tepat.
Yang termasuk golongan opioid adalah alkaloid opium, derivat semisintetik alkaloid opium, senyawa sintetik dengan sifat farmakologik menyerupai morfin. Obat yang mengantagonis efek opioid disebut antagonis opioid. (Gunawan, 2007)

Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang, yang mengaktifasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nosiseptor ini terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri kini juga disebut autacoida dan terdiri dari antara lain histamin, serotonin, bradykikin, leukotrien, dan prostaglandin. Bradykikin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat. Menurut perkiraan, zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini dan juga bradykinin berkhasiat vasodilatasi kuat dan memperbesar permeabilitas kapiler yang mengakibatkan radang dan udema. Berhubung kerjanya dan inaktifasinya pesat dan bersifat lokal, maka juga dinamakan hormon lokal. Mungkin sekali zat-zat ini bekerja juga sebagai mediator demam.  (Tan Hoan Tjay, 2002)
Opiat lemah (narkotik) meliputi kodein phosphate, dihidrokodein, dan dekstropropoksifen. Semua opiat memiliki efek analgesic, antitusif, dan menyebabkan konstipasi, dan semuanya berpotensi menimbulkan ketergantungan.
Analgesik kuat (narkotik). Narkotik adalah agens penting dalam penatalaksanaan nyeri pasca-bedah dan dapat diberikan secara kontinu melalui infus atau secara intermiten dengan dosis kecil-kecil melalui suntikan dengan interval teratur. Pengobatan nyeri visceral dengan analgesic narkotik sangat efektif, terutama nyeri terus menerus.
Keburukan narkotik adalah depresi pernapasan, konstipasi, toleransi, dan ketergantungan bila sering digunakan. Pada orang tertentu penggunaan narkotik lebih dari beberapa hari saja dapat berakibat ketergantungan psikis dan fisik. Efek halusinogen dan euphoria obat ini adalah faktor-faktor yang memudahkan ketergantungan. Alkaloid yang berasal dari opium adalah morfin, kodein, papaverin dan noscapin. (Goodman, 2007)
  • ALAT DAN BAHAN

a.       Alat  :
·         Spuit injeksi
·         Jarum oral (ujung tumpul)
·         Beaker glass
·         Stopwatch
·         Labu takar
b.      Bahan
·         Larutan CMC Na 0,5%
·         Suspensi asetosal 1% dlm CMC Na 0,5%
·         Suspensi parasetamol 1% dlm CMC Na 0,5%
·         Suspensi ibuprofen 0,5% dlm CMC Na 0,5%
·         Suspensi codein 1% dlm CMC Na 0,5%
·         Larutan steril asam asetat 2%


  •           PEMBAHASAN

Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering, dengan tujuan untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis. Zat nyeri yaitu rangsang yang cukup untuk menimbulkan rasa nyeri adalah kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan.
Pada percobaan analgetika hewan uji yang digunakan mencit karena lebih mudah perlakuannya, lebih ekonomis mudah didapat. Senyawa analgetikyang digunakan yaitu suspensi paracetamol, asetosal, ibuprofen, codein dalam CMC Na 0,5% control yang digunakan berisi CMC Na 0,5% yang digunakan secara peroral (p.o) 30 menit kemudian disuntikkan asam asetat secara intraperitoneal (i.p). diberikan obat dulu baru asam asetat karena obat dalam suspensi peroral, dimana melalui saluran cerna yang akan mengalami absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, dan membutuhkan waktu yang cukup lama kemudian selang waktu 30 menit diberikan asam asetat secara intraperitoneal sehingga cepat memberikan efek nyeri atau menyerang mediator rasa nyeri. Digunakan asam asetat karena asam asetat merupakan asam lemah. Apabila asam lemah sudah dapat menimbulkan efek, maka jika digunakan asam kuat seperti HCl, H2SO4 pasti akan menimbulkan efek nyeri.
Paracetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino benzena. Efek analgesic paracetamol menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol merupakan menghambat biosintetis prostaglandin yang lemah. Konsentrat tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit dan masa paruh plasma antara 1-3jam.
Ibuprofen absorbsinya cepat melalui lambung dan kadar maksimal dalam plasma dicapai setelah 1-2jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Codein merupakan antitusifa paling banyak digunakan melalui esterifikasi gugus fenolik dari morfin, kerja analgetik diperlemah, selebihnya kerja antitusifa tetap ada.

  • KESIMPULAN
Urutan analgetika dari yang kuat ke yang lemah menurut percobaan ini adalah sebagai berikut :
Codein > Paracetamol > Asetosal > Ibuprofen
Jumlah geliat menggambarkan kekuatan suatu analgetika. Semakin sedikit jumlah geliat yang timbul maka semakin kuat daya analgesic obat tersebut.

  • DAFTAR PUSTAKA
1)      Gunawan, Sulistia Gan, 2007, Farmakologi dan Terapi edisi 5, Jakarta;
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2)      Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi vol. 1 edisi 10, Jakarta;
PT. Gramedia.
3)      Mutschler, Ernst, 1991, Dinamika Obat edisi 5, Bandung; Institut Teknologi
Bandung.
4)      Tjay, Tan Hoan, 2007, Obat-Obat Penting, Jakarta ; PT. Elex Media Komputindo.

0 komentar on "Analgetika"

Posting Komentar

 

Pharmacology dolor notes Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal